MAKALAH
“PERPAJAKAN
PPH PASAL 26 DAN PASAL 29”
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliyah
“PERPAJAKAN”
Dosen
Pembimbing:
Sri Dwi Estiningsih,SE.Ak.MM
Disusun
Oleh:
Ahmad
Nizar : (3223113004)
JURUSAN
: SYARI’AH
PRODI:
PERBANKAN SYARI’AH
SEMESTER:
5.A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
( IAIN )
Setinggi puji sedalam syukur
kehadirat Allah, karena semata atas berkat dan karunia nya lah akhirnya salah
satu tugas mata kuliah tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 dan 29 telah selesai.
Adapun makalah ini berisi tentang Ketentuan pasal 26 dan 29 yang mengatur pemotongan atas
pengasilan. Layaknya segala sesuatu yang ada di bumi ini, tidaklah ada yang
sempurna. Begitu juga kiranya dengan makalah ini, masih banyak memiliki
kekurangan. Untuk itu, segala unjuk saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan. Agar dimasa yang akan datang kami bisa mempersembahkan yang lebih
baik dan lebih berguna untuk kita semua. Akan tetapi mudah-mudahan makalah ini
sedikitnya memberikan manfaat untuk kita semua. Amiiin.
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Pengertian pph pasal 26
BAB
11 PEMBAHASAN PPH 26
2.1 wajib pajak pph pasal 26
2.2 pemotongan pph 26
2.3 pph yang di potong pasal 26
2.4 tarif dan dasar pengenaan pph 26
2.5 sifat pemotongan
BAB 111 PEMBAHASAN
PPH 29
3.1 pengertian pph 29
3.2 contoh pemotongan pph 29
BAB 1V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas
sumber yang dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia yang
berdasarkan azas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang
dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di
Indonesia. Bentuk pemajakannya adalah dengan sistem witholding tax yang
bersifat final yang diatur dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
Dalam ketentuan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan
1984, terdapat empat jenis PPh Pasal 26 yaitu PPh Pasal 26 ayat (1), Pasal 26
ayat (2), Pasal 26 ayat (2a) dan Pasal 26 ayat (4). Masing-masing jenis PPh
Pasal 26 ini memiliki ruang lingkupnya sendiri.
PPh
Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu pemotongan PPh
terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada umumnya sama dengan objek
pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Bedanya, penerima penghasilan PPh
Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri. Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan
PPh Pasal 26 ayat (1) ini sedangkan tulisan tentang PPh Pasal 26 ayat (2), ayat
(2a) dan ayat (4) sudah saya buat di tautan berikut ini :
BAB
II
PEMBAHASAN
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 26
Ketentuan pasal 26 Undang-undang mengatur tentang pemotongan
atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang di terima atau di peroleh wajib
pajak luar negri (baik orang pribadi
atau badan) selain bentuk usaha tetap.
Pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas
sumber yang dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. berdasarkan
azas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh
orang atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Pemotong
PPh Pasal 26
2.1.
Wajib Pajak PPh Pasal 26
Yang
dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah
Wajib pajak luar negeri (orang pribadi atau badan) selain bentuk usaha tetap
yang menerima atau memperoleh penghasilan.
2.2. Pemotong PPh Pasal 26
Berdasarkan ketentuan Pasal
26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan
1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :
a.
Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam
Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun
demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan
Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di
Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
b.
Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat
(3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam
negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan
ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan
menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di
mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan
di Indonesia.
Pengertian badan sendiri
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
c. Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara
kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan
suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang
pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan,
perlombaan, seminar dan lain-lain.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari
Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima
atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk
Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan
pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita
temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa
tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung
kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
e. Perwakilan Perusahaan Luar
Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh
Pasal 23. Contohnya adalah Representative
Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
2.3.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 26
Jenis-jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26
sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan
adalah :
a.
dividen;
b. bunga, termasuk premium, diskonto,
dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan hartai;
d. imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala
lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung
nilai lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang
dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan,
disediaan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
2.
Penghasilan dari penjualan atau penghasilan harta di Indonesia, yang berupa :
a.
Penghasilan mewah
b.
Berlian
c.
Emas
d.
Intan
e.
Jam tangan
f.
Barang abtik
g.
Likisan
h.
Mobil
i.
Motor
j.
Kapal pesiar
k.
Pesawat terbang ringan.
Dengan
nilai Rp. 10.000.000 ke atas untuk setiap jenis transaksi. Company
3.
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
4.
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit atau special purpose
company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan diindonesia atau bentuk usaha
tetap di Indonesia.
5.
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suaru bentuk usaha tetap di
Indonesia dikenai pajak sebesar 20 %, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia.
2.4.
Tarif dan Dasar Pengenaan
1.
Atas penghasilan yan berupa :
a)
dividen;
b) bunga, termasuk premium, diskonto,
dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c)
royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan hartai;
d)
imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
e)
hadiah dan penghargaan;
f)
pensiun dan pembayaran berkala
lainnya;
g)
premi swap dan transaksi lindung
nilai lainnya; dan/atau
h)
keuntungan karena pembebasan utang
PPh Pasal 26 : Penghasilan Bruto x
20 %
2. Atas pengasilan yang berupa :
a. Penghasilan dari
penjualan harta di Indonesia
b.Premi
asuransi yang di bayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
PPh
Pasal 26 : (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan neto) x 20 %
3. Atas pengahasilan yang berupa
penjualan atau pengalihan saham dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 % dari
penghasilan neto ;
PPh
Pasal 26 : (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan neto) x 20 %
4. Atas Penghasilankena pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia di kenai pajak sebesar 20 %, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
PPh Pasal 26 : (PKP – PPh terutang)
x 20 %
Contoh Perhitungan Pemotongan PPh
Pasal 26
Thomas adalah karyawan asing pada perusahaan PT. Dira
Consult. Mike bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Thomas sudah beristri,
dan mempunyai seorang anak dalam bulan April 2009.Thomas memperoleh gaji USS
5.000 sebulan. Kurs yang berlkaku adalah Rp. 10.500,- per USS 1.
Penghasilan
PPh pasal 26 :
Penghasilan
brotu berupa gaji sebulan :
5.000
x 10.500 = Rp. 52.500.000
Penerapan
Tarif :
20
% x Rp. 52,500.000 = Rp. 10. 500.000
PPh
pasal 26 atas gaji Thomas April 2009 adalah Rp. 10. 500.000
2.5. Sifat Pemotongan
Pemotongan
PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :
1. Pemotongangan atas penghasila kantor
pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
2. Pemotongan atas penghasilan
sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pesat, sepanjang terdapat hubungan efetif antara BUT dengan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan yang di maksud
3. Pemotongan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah
status menjadi Waib Pajak dalam negeri atu BUT.
Pengecualian
- BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
- Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
- dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
- tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
- Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
BAB 111
PEMBAHASAN PPH PASAL 29
PAJAK PENGHASILAN PASAL 29
Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Wajib Pajak Badan sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
PPh Pasal 29 harus disetor menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak atau akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya.
Contoh :
Data WP Orang Pribadi SPT Tahunan Tahun Pajak 2012
Penghasilan Kena Pajak RpXXXXXXX,00
PPh terutang Rp50.000.000,00
Kredit Pajak :
a. PPh yang dipotong/ dipungut/Kredit Pajak LN
• PPh Pasal 21 Rp15.000.000,00
• PPh Pasal 22 Rp10.000.000,00
• PPh Pasal 23 Rp2.500.000,00
• PPh Pasal 24 Rp7.500.000,00
Rp35.000.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri Rp15.000.000,00
b. PPh yang dibayar sendiri
• PPh Pasal 25 Rp12.000.000,00
Kurang Bayar (PPh Pasal 29) Rp3.000.000,00
Apabila periode pembukuannya Januari s.d. Desember, PPh Pasal 29 harus dilunasi paling lambat 31 Maret 2013
• PPh Pasal 25 Rp12.000.000,00
Kurang Bayar (PPh Pasal 29) Rp3.000.000,00
Apabila periode pembukuannya Januari s.d. Desember, PPh Pasal 29 harus dilunasi paling lambat 31 Maret 2013
Pajak
Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak
Badan sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
PPh
Pasal 29 harus disetor menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat
sebelum SPT Tahunan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Kode jenis
setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak badan adalah 411126-200
Kode jenid
setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak orang pribadi adalah 411125-200
Contoh :
PPh
Terutang
: 100.000.000
Kredit
Pajak :
PPh Pasal
22 : 10.000.000
PPh Pasal
25 : 20.000.000 +
30.000.000 -
PPh Pasal
29
70.000.000
Pasal 29 adalah
PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG. Jika perhitungan pajak penghasilan badan kita
menghasilkan angka katakanlah 100 juta. Nah atas 100 juta ini kan harus kita
setorkan ke kas negara. Atas setoran Pajak Penghasilan terutang inilah yang
disebut SETORAN PPh PASAL 29. Jika perhitungan pajak kita menghasilkan lebih
bayar / rugi usaha, atau nihil (=0) / impas, maka Pasal 29 ini tidak akan
muncul.
Kalau perusahaan belum ada penjualan (atau belum ada kegiatan), kita tetap wajib melaporakn SPT masa PPN kita, meskipun nihil (hanya informasi identitas). Jika belum ada penjualan tapi sudah ada pembelian, itu namanya bukan SPT nihil, tapi SPT lebih bayar.ekalipun laporanya masih Nihil.
Kalau perusahaan belum ada penjualan (atau belum ada kegiatan), kita tetap wajib melaporakn SPT masa PPN kita, meskipun nihil (hanya informasi identitas). Jika belum ada penjualan tapi sudah ada pembelian, itu namanya bukan SPT nihil, tapi SPT lebih bayar.ekalipun laporanya masih Nihil.
maksudnya adalah
Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29) , artinya Kekurangan Pajak Penghasilan
yang terutang pada akhir tahun pajak yang dilaporkan pada SPT tahunan baik PPh
orang Pribadi (1770) maupun PPh Badan (1771) .
Pada Prinsipnya bagi perusahaan yang belum ada kegiatan usaha /aktivitas ,
tetap diwajibkan melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan ) baik yang Tahunan maupun
bulanan ke Kantor Pajak Pratama tepat waktu supaya tidak terbit.
Contoh dan cara perhitungan pajak PPh badan (PPh Terutang dan PPh Pasal 29) dengan Peredaran Bruto / Omzet diatas 50.000.000.000 Untuk Tahun Pajak 2012, 2011 dan 2010
PT. Gunung Ungaran Abadi yang bergerak dibidang perdagangan dalam Tahun Pajak 2012 mempunyai data sebagai berikut :
Peredaran bruto :
|
||
- Dikenai PPh bersifat final
|
30.000.000.000
|
|
- bukan objek pajak
|
10.000.000.000
|
|
- dikenai PPh tidak bersifat final
|
20.000.000.000
|
|
Jumlah
|
60.000.000.000
|
|
Kompensasi kerugian tahun 2011
|
800.000.000
|
|
Kredit Pajak :
|
||
- PPh Pasal 22
|
30.000.000
|
|
- PPh Pasal 23
|
25.000.000
|
|
- PPh Pasal 25
|
5.000.000
|
|
Jumlah
|
60.000.000
|
Maka Perhitungan PPh Badan adalah sebagai berikut :
Peredaran bruto :
|
||
- Dikenai PPh bersifat final
|
30.000.000.000
|
|
- bukan objek pajak
|
10.000.000.000
|
|
- dikenai PPh tidak bersifat final
|
20.000.000.000
|
|
Jumlah
|
60.000.000.000
|
|
Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan usaha yang :
|
||
- dikenai PPh bersifat final
|
( 4.000.000.000)
|
|
- bukan objek pajak
|
( 2.000.000.000)
|
|
- dikenai PPh tidak bersifat final
|
(38.000.000.000)
|
|
Jumlah
|
(44.000.000.000)
|
|
Laba usaha
(penghasilan neto usaha) |
16.000.000.000
|
|
Penghasilan dari luar usaha
yang:
|
||
- dikenai PPh bersifat final
|
50.000.000
|
|
- dikenai PPh tidak bersifat final
|
2.500.000.000
|
|
Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dari luar usaha yang :
|
||
- dikenai PPh bersifat final
|
( 25.000.000)
|
|
- dikenai PPh tidak bersifat final
|
( 1.000.000.000)
|
|
Penghasilan neto dari luar usaha
|
1.525.000.000
|
|
Jumlah seluruh penghasilan neto
|
17.525.000.000
|
|
Koreksi fiskal :
|
||
peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh berisfat
final
|
( 7.000.000.000)
|
|
peredaran bruto dari penghasilan yang bukan objek pajak
|
( 3.000.000.000)
|
|
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan usaha yang dikenai PPh bersifat final
|
4.000.000.000
|
|
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan usaha yang bukan objek pajak
|
2.000.000.000
|
|
peredaran dari luar usaha yang dikenai PPh bersifat final
|
( 50.000.000)
|
|
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dari luar usaha yang dikenai PPh bersifat final
|
25.000.000
|
|
Jumlah
|
( 4.025.000.000)
|
|
Jumlah seluruh penghasilan
neto setelah koreksi fiskal
|
13.500.000.000
|
|
Kompensasi kerugian
|
( 800.000.000)
|
|
Penghasilan Kena Pajak
|
12.700.000.000
|
|
PPh Terutang :
|
3.175.000.000
|
|
(25% x 12.700.000.000)
|
||
Kredit Pajak :
|
||
- PPh Pasal 22
|
30.000.000
|
|
- PPh Pasal 23
|
25.000.000
|
|
- PPh Pasal 25
|
5.000.000
|
|
Jumlah
|
60.000.000
|
|
PPh Kurang Bayar / PPh Pasal 29
(3.175.000.000 – 60.000.000) |
3.115.000.000
|
Seluruh Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak Penghasilan badan sebesar 25% (Dua puluh delapan persen) .
Pajak Penghasilan yang terutang :
25% x Rp 12.700.000.000,- = Rp 3.175.000.000,-
Dasar Hukum :
- Pasal 17 dan Pasal 31 E UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh (Pajak Penghasilan).
- SE-66/PJ/2010 Tanggal 24 Mei 2010 Tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) UU No.36 Tahun 2008 Tentang PPh
DAFTAR PUSTAKA
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-penghasilan-pph-pasal-26.html
http://hennytax12.blogspot.com/2013/01/pajak-penghasilan-pasal-26.html